Little Rain, Little Sunshine, and My Little Garden
Aku menyingkap helai poni yang sudah menutupi mata, membiarkan lebih banyak sinar matahati menyela ke dalam retina. Hangat, aku raih kembali cangkir teh peko yang masih mengepul meskipun isinya tinggal setengah. Aku cuma menggenggamnya. Angin berhembus sedikit, cukup untuk membuka lembaran lain dalam buku di pikiranku. Pertemuan yang pernah aku harapkan tapi terlalu cepat selesai. Aku meniup liukan uap di atas cangkir, menggerutu. Aku harus menunggu berapa lama lagi? Tidak butuh waktu lama bagi rindu untuk mengacaukan segalanya, karena semua proses terlihat maupun tak terlihat dalam tubuh pasti saling berkaitan. Untung saja sekarang senja mau menemaniku dan bunga-bunga yang segar disiram hujan tadi. Betul-betul keadaan yang begitu aku sukai. Hujan baru saja selesai, tinggal sisa-sisa yang berkilauan di udara terkena sinar matahari jam 4 sore yang menyala tanpa menyilaukan. Matahari mengintip di balik awan-awan mendung tipis, menciptakan warna awan keunguan yang berpadu dengan birunya...