Bus Kota
Langit begitu biru, cahaya begitu merebak walaupun tidak terik. Matahari sedang menggelar rangkaian pembuka dari perpisahannya bersama langit, menyuguhkan sinar keemasan bersama angin yang memadamkan panas dari atap-atap bangunan. Pun aku, yang baru beres dari segala kekacauan ini, yang buru-buru mengejar bus kota. Aku duduk di jejeran bangku berhadapan, meratakan tas di pelukan, berusaha menggerinda emosi. Vroom. Bus menghampiri halte berikutnya, membuat beberapa orang berkejaran ke arahnya. Satu-satu memperlihatkan wajah-wajah; perlente, pengamen, mahasiswa, siswa, PNS, ibu muda, kakek bertongkat, dan seseorang berkemeja yang tidak membawa tas. Dia duduk di sampingku, lebih tepatnya, menduduki alam bawah sadarku. Sejenak tarikan dari orang itu begitu kuat, berputar-putar, membingungkan, membuatku terus mencari apakah jenis tarikan ini. Dia memutar balik segala memori yang mana aku telah berdamai dengan mereka, tapi alam bawah sadarku tidak. Bus serasa mengabur, panas, tak ...