Kabut Bulan Maret

Aku selalu menunggu setiap tahunnya, setidaknya selama satu dasawarsa terakhir ini, kabut yang turun menyusur dari puncak Gunung Manglayang ke arah pemukiman kaki gunung di setiap bulan Maret. Dan mampir ke balkon tempat aku biasa menunggunya. Kapanpun tanggalnya, aku akan menunggu
Menyenangkan bisa bercengkrama dengan kabut di bulan Maret. Kabut memang tidak bisa disentuh, malah kalau dihirup bisa keselek karena pada dasarnya kabut adalah uap air yang membeku di udara (jujur, aku pernah melakukannya). Tapi aku suka menelusuri kabut dengan jari-jariku, meniup ke arahnya untuk menciptakan lebih banyak lagi efek asap yang sendu.
Sampai hari ini kabut belum juga turun, padahal pertengahan bulan. Padahal awan sedang senang-senangnya menangis, udara sedang kena hipotermia. Komponen apa lagi yang dapat membentuk kabut di bulan ini? Apakah pepohonan? Aku sudah menanam belasan pohon sirsak di halaman belakang, walaupun masih beberapa helai daun saja yang muncul. Apakah malam hari kurang dingin? Aku sering begadang dan sering kedinginan. Apakah kumbang kelapa? Ah, sudah ditebang pohon palem yang nyaris roboh memutuskan aliran listrik satu kampung. Apakah aku kurang bersedih? Belakangan ini aku memang berusaha untuk lebih bahagia karena bersedih selama bertahun-tahun hanya akan menciptakan lebih banyak sastra monoton (lagipula hadiah dari Yang Maha Memberi Hadiah sudah begitu banyak sehingga aku tidak perlu mengedepankan kesedihan karenamu). Tapi mengapa aku harus ketikkan rasa sedih sebagai faktor pemicu munculnya kabut? (Kesimpulan: rasa sedih bukan faktor pemicu munculnya kabut karena setiap pagi aku menyambut kabut dengan bahagia, loncat-loncat dan main di samping rumah.)
Kabut memang membuat suasanya jadi buram dan muram, tapi kabut memberikan kesempatan kepadaku untuk merasa 'tidak ada', membuat wujudku buram di mata orang lain, memberikan kesempatan sebentar untuk 'menghilang', tenggelam bersama analisis-analisis tentang kompleksnya kejiwaan manusia. Berada di sela-sela kabut seakan membawa aku ke dunia yang berbeda, mirip-mirip lah dengan Tenzin yang terjebak di The Fog of Lost Souls, kabutlah yang membuatnya menemukan dirinya sendiri. Hal ini esensial.
Sampai detik ini kabut belum juga turun, padahal aku sudah membutuhkannya. Omong-omong, tagline ini begitu pas seperti substrat pada enzimnya: Aku sedang kehilangan. Kehilangan diriku, dan ini tidak ada hubungannya dengan typo antara huruf M dan K.

Comments

Anonymous said…
Kalaupun iya, M dan K tertukar, kau tak perlu mengakuinya :) It's already in your eyes so I just need to listen to my eyes. They speak for me.

Postingan bagus Nin. Yang atas bercanda kok ;) Main2 ke interleaved ya. See ya.

See also

Supermarket

Truth or Dare

Resep Tahu Gejrot Luezaaat