Sukses
Hari ini aku sukses bangun sangat pagi, jam setengah 3 subuh. Setelah berbincang dengan Tuhanku sembari membaca surat cinta-Nya, aku kembali berkutat dengan map-map merah muda yang bertumpuk di sebelah komputer. Aku merenung, betapa lembaran-lembaran itu menentukan satu-dua lapangan kerja. Namun bisa saja hari ini akan sia-sia apabila tanah itu jadi jatuh ke tangan orang.
***
Hari ini aku sukses bangun lebih siang dari suamiku. Biasanya insomnia sangat mengganggu malam-malamku, namun kali ini si Sulung sedang berkemah di luar kota. Semoga aku tidak terlambat membuatkan secangkir teh hangat. Apakah dia berpuasa hari ini?
***
Hari ini aku sukses lari. Untung saja Ibu tidak jadi marah-marah.
***
***
Hari ini aku sukses menyelesaikan kasus sengketa tanah perusahaan yang tidak kelar-kelar selama tiga bulan enam belas hari. Besok mobilnya akan diantarkan khusus ke rumahku.
***
Hari ini aku sukses berbaikan dengan Ayah. Besok hari pengulangan tanggal lahirku yang ke delapan belas, semoga Ayah menepati janjinya. Sudah lama aku pergi menumpang, malu rasanya. Tapi sekarang aku harus pergi.
***
Hari ini aku sukses menamatkan buku tiga puluh bab ini untuk kedua kalinya. Aku menyadari betapa terlambatnya aku menyadari untuk lebih rajin membaca buku manual kehidupan. Semoga Ia mau memaafkanku. Dan semoga sepulangnya dari meja hijau, aku bisa mengajak Kangmas membaca bersama, kalau dia tidak sibuk.
***
***
Kamu sudah sampai?
Iya, sekitar 100 meter di belakangmu.
Bawa apa?
Tidak membawa apapun.
Kami duduk berhampar tanah dan ilalang, ngos-ngosan. Tebing ini tinggi sekali, tapi city view yang disodorkan begitu menggugah. Dan membungkam,
"Apa kesuksesanmu?"
"Aku sukses berbaikan dengan Ayah. Kamu?"
"Aku sukses berbohong pada Ibu."
Kebohongan tentu saja bukan suatu kesuksesan. Tetapi sudut pandang yang berbeda merancukan antara kebaikan dan keburukan. Suatu keburukan untuk menutupi kebaikan, suatu kebaikan untuk menutupi keburukan.
"Aku sungguh tidak bisa menghilangkan bayangan-bayangan masa depan yang berkelebat tanpa aku harus menutup mata.."
"Aku juga. Apa yang harus kita lakukan sekarang? Semua sudah terjadi. Kalaupun sebelumnya kita berusaha mencegah, tidak akan ada yang percaya. Tidak akan ada orang yang percaya padaku, apalagi Ibu."
"Maafkan aku.."
"Kamu tidak salah."
***
Hari ini aku sukses bangun lebih siang dari suamiku. Biasanya insomnia sangat mengganggu malam-malamku, namun kali ini si Sulung sedang berkemah di luar kota. Semoga aku tidak terlambat membuatkan secangkir teh hangat. Apakah dia berpuasa hari ini?
***
Hari ini aku sukses lari. Untung saja Ibu tidak jadi marah-marah.
***
***
Hari ini aku sukses menyelesaikan kasus sengketa tanah perusahaan yang tidak kelar-kelar selama tiga bulan enam belas hari. Besok mobilnya akan diantarkan khusus ke rumahku.
***
Hari ini aku sukses berbaikan dengan Ayah. Besok hari pengulangan tanggal lahirku yang ke delapan belas, semoga Ayah menepati janjinya. Sudah lama aku pergi menumpang, malu rasanya. Tapi sekarang aku harus pergi.
***
Hari ini aku sukses menamatkan buku tiga puluh bab ini untuk kedua kalinya. Aku menyadari betapa terlambatnya aku menyadari untuk lebih rajin membaca buku manual kehidupan. Semoga Ia mau memaafkanku. Dan semoga sepulangnya dari meja hijau, aku bisa mengajak Kangmas membaca bersama, kalau dia tidak sibuk.
***
***
Kamu sudah sampai?
Iya, sekitar 100 meter di belakangmu.
Bawa apa?
Tidak membawa apapun.
Kami duduk berhampar tanah dan ilalang, ngos-ngosan. Tebing ini tinggi sekali, tapi city view yang disodorkan begitu menggugah. Dan membungkam,
"Apa kesuksesanmu?"
"Aku sukses berbaikan dengan Ayah. Kamu?"
"Aku sukses berbohong pada Ibu."
Kebohongan tentu saja bukan suatu kesuksesan. Tetapi sudut pandang yang berbeda merancukan antara kebaikan dan keburukan. Suatu keburukan untuk menutupi kebaikan, suatu kebaikan untuk menutupi keburukan.
"Aku sungguh tidak bisa menghilangkan bayangan-bayangan masa depan yang berkelebat tanpa aku harus menutup mata.."
"Aku juga. Apa yang harus kita lakukan sekarang? Semua sudah terjadi. Kalaupun sebelumnya kita berusaha mencegah, tidak akan ada yang percaya. Tidak akan ada orang yang percaya padaku, apalagi Ibu."
"Maafkan aku.."
"Kamu tidak salah."
Comments