Posts

Showing posts from 2018

Untitled

She asked me to sit beside her, then she hugged me one-hand through my back. "I'm so happy and touched right now.. This is so beautiful." I couldn't hold it anymore. The pain I piled up little to more each time the words "you will definitely do it" being labeled to me, ragging my intention, are now a mountain that blast. It was a cornucopia of happiness, sadness, jealousy, ambition, belief, solidarity, confidence, relief, compassion, a hurricane. I cried, so hard and sudden, unstoppable, disentangling every phase of self-judgmental then sadness then relief then positive and repeat for hundreds. I couldn't believe what I just did, it felt so suffocating my neck and forcing. Hundreds of flashback episodes repeating inside my head, telling me how passionate I was, how selfless I was to take care of expectations. Ah, what a time for (another) untitled self, also with happy plans to do next. Friends came to hug me, which means to bring me more...

Newbie Man in a Coffee Shop

"You don't have to push yourself too hard." he said. I swallowed myself into my backpack, swimming on my thoughts. "Besides," "..she wouldn't care at all, right?" I cut his words, braiding stories that, I swear, I cursed myself for thinking too much. "She had her own world, gathering golds, being a queen to her own territory.." He laughed while facing his cup, delayed his sip of coffee. "Ah, sad little prince." I cringed. I'm not that pathetic. "You want that feeling to everlast or not?" he asked. The coffee shop felt so quiet all of a sudden, just some conversations and live music murmuring behind my ear. "er.. no?" I wasn't so certain but after that, "No." "Listen. If you determined to not pursuing her, you don't want to be overwhelmed by her, just go away. Go to the furthest ocean. Build your own kingdom, be surrounded by your mean of better life, for at least this t...

Cinta Tanpa Dosa (Akhir)

Pintu ruang konseling yang tenang diketuk oleh seseorang. Ketukannya kecil, berarti tangan yang mengetuknya juga kecil. "Masuklah, pintunya tidak dikunci." Anak kelas 3 SD itu masuk dengan wajah malu-malu, namun kemudian terbiasa dengan suasana ruang konseling yang nyaman, warna-warni, dan banyak mainannya. Celingak-celinguk ia berjalan ke arahku. Ia kemudian duduk berhadapan denganku, beralaskan karpet kecil, tangan-tangan kami menopang diri masing-masing di satu meja oval yang rendah. Aku menggeser ke samping beberapa dokumen yang sedang aku baca, beberapa aku simpan di bawah, menunjukkan atensiku penuh kepadanya. "Apa yang ingin kamu ceritakan hari ini?" Anak itu menunduk, memandang jari-jarinya yang mungil. Mukanya gusar, wajahnya memerah malu, tapi sedih. "Ibuku selalu marah padaku." katanya pelan. Ah, benar. Pantas saja prestasi belajarnya menurun akhir-akhir ini. "Apa kamu berbuat keliru padanya?" "Tidak, tidak tahu." Dia...

Lolos

Ingar bingar. Entahlah ada berapa puluh anak kecil yang berseliweran, loncat-loncat, menggiring mobil-mobilan, memanjat, berseluncur, atau menangis minta tinggal lebih lama. Di tengah lautan anak kecil itu tampak para orang tua, kakak, kakek, nenek, om, tante, atau pengasuh yang mendampingi, sambil mojok memandangi layar smartphone atau memandang pengin ke arah mainan-mainan seru. Dan aku serta bapak yang duduk dekat balok-balok busa empuk, memandangi adik yang petakilan dengan bebas. "Mbak sudah lolos dari maut." omongan bapak memecah keramaian. Aku bergidik, membayangkan seberapa tipis kesempatanku hidup malam itu. Peristiwa yang membuatku enggan menatap diri cermin dan segala yang sejenis, karena enggan melihat diri yang seakan-akan adalah 'produk gagal'. Dan seberapa terlambat aku menyadarinya. "Kemarin itu, Mbak sudah disentil sama Allah." bapak melanjutkan. "Besar kecil peristiwanya, pasti ada pesan yang dalam yang mau disampaikan Gusti A...

Way Out

Restoran itu sedikit lengang, padahal setengah delapan belum terlalu larut. Dari arah dapur masih bisa terdengar dentang sudip beradu wajan alumunium, memasakkan pesanan untuk pelanggan yang tersisa beberapa meja. Termasuklah kami sekeluarga di antaranya, duduk agak pojok supaya dekat dengan wastafel. "Mbak.." Adikku yang baru berumur 4 tahun minggu lalu memanggil. "..mau beli es krim!" Dia langsung loncat dari tempat duduknya, nyaris setengah berlari ke arah stand es krim yang satu atap dengan restoran. Aku dengan sigap meraih dan menyetopnya karena dia tidak beralas kaki. Sandal kelincinya tertinggal di mobil. "Jangan lari-lari, nanti jatuh!" "Digendong saja, Mbak." Kata Ibu sebelum memasukkan sesendok penuh kwetiau goreng ke suapan. "Nggak mau, nanti aku dikira ibunya." Kataku setengah bercanda. Maklum, usia kami berdua terpaut jauh. 16 tahun jarak kelahiran kami cukup membuat orang awam mengira aku seorang ibu muda yang menem...

Cinta Tanpa Dosa (3)

Mereka berdua terhenyak di sofa. "Mama menyebalkan ya?" "Menyebalkan?" "Iya. Sepertinya kalau Mama sedang bicara, raut muka kamu langsung berubah kesal. Emangnya Mama salah ya cara ngomongnya?" "Iya, agak kurang enak aja. Masih belum bisa dideskripsikan jelas kenapa kurang enaknya." Si anak memutar otak. Bukan dia bingung apakah cara bicara ibunya salah atau benar, tetapi sulit bagi si anak untuk mendeskripsikan suasana dan warna yang tertangkap ketika ibunya sedang berbicara. Perasaannya yang runyam berusaha diurai satu per satu. Berusaha berbicara tentang perasaan seakan-akan tidak sedang merasakan perasaan tersebut, hanya membahasnya saja secara objektif, memang sulit. Si anak berusaha keras agar tidak meletup-letup dalam berbicara. Tenang, menurun, seperti air laut surut, yang semoga saja tidak jadi tsunami. "Mama bingung. Sudah dari kecil kamu dididik supaya peduli, supaya empati sama keadaan Mama. Tapi sampai sekarang kalau lihat...