Sup Ayam


"Kau tahu? Air adalah komponen yang sangat halus dan sensitif, terutama terhadap kata-kata. Apa yang buruk kamu katakan, meskipun itu tidak ditujukan kepadanya, akan membuatnya layu dan sedih."
"Lalu, apa yang terjadi ketika air itu layu dan sedih?"
"Ketika kamu meminumnya, kesedihan itu akan menular ke jaringan-jaringan tubuhmu."
"Kau benar, 70 persen dari tubuh kita adalah air."
"Iya."
"Ah! Kalau begitu, tak perlu minum air pun tubuh kita juga bisa bersedih atas perkataan-perkataan?"
"Iya."
"Ah.. Kau benar."
"Teh hangat ini sangat lezat."

***

"Maaf kalau harus mengatakan ini. Tapi.."
"Aku.. memahaminya. Justru aku menghargai perkataanmu yang jujur."
"Apakah kamu sedih?"
"Iya. Tidak apa-apa, aku tidak mungkin mengaturmu. Itu pilihanmu dan aku menghargai pilihanmu. Aku juga bukan siapa-siapa."
"Bukan, bukan begitu.."
"Hei, tidak usah ribet-ribet! Sekarang aku sudah memberikanmu kesempatan untuk meninggalkan aku dengan lapang dada, kamu mau memperpanjang apa lagi?"
"Aku tidak tahu harus mengatakan kamu itu bijak, dewasa, atau berusaha untuk memperbaiki keadaan."
"70 persen tubuh kita terdiri dari air. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Kau benar.. Maafkan aku. Sampai jumpa."
"Terima kasih."

***

Roset memandang lurus ke jalan raya yang agak ramai. Diluruskannya kaki yang sedari tadi ditekuk, Bisque yang mengepul lembut menghampiri mejanya yang lengang. Pagi ini 8 derajat Celcius, Roset sangat merindukan kota lamanya. Apa yang sedang ia lakukan di waktu yang sama?
Wanita berambut cokelat mahoni sepunggung itu menyeruput sesendok Bisque. Uap hangat menggoyang-goyang poni Roset dengan lembut. Segarnya tomat dan gurihnya lobster sangat cocok untuk menemani yang sendiri di udara dingin Marseille.
Setidaknya sampai suara tabrakan itu menyeruak ke rongga-rongga kafe.
Roset segera memandang ke jendela besar yang ada di sebelahnya. Seorang pengendara sepeda terguling kesakitan, sepedanya terjungkal 2 meter menjauh. Mobil yang menyerempetnya kabur begitu saja. Beberapa orang yang menghampiri pria itu nampak berteriak mengumpat kepada si pengendara mobil. Tapi jaket kulit dengan dua garis merah di kedua lengannya itu sangat familiar bagi Roset.
"Darrell!"
Untung saja pria itu tidak terluka. Hanya tekanan saat terjatuh membuatnya sedikit lemas.

***

Trktrktrk. Bulir-bulir gerimis membuat ritmik di atap flat Roset. Roset mematikan api kompor, mengayun-ayunkan tangannya diantara kepulan uap untuk memastikan bahwa aroma yang ia inginkan telah muncul. Setelah menuangkannya di dua mangkuk kecil (untuk Darrell sedikit lebih besar), ia berjalan perlahan menuju teras depan.
Pria itu, Darrell, kisahnya sempat terputus selama 6 tahun terakhir. Maksudnya, Roset tidak pernah mendengar berita apapun tentangnya, sekalipun dari Paman Ron yang berjaga setiap hari di perpustakaan dekat rumah Darrell di kota lamanya. Ia menyandarkan lengan di bangku rotan sambil menatap hujan dan daun-daun yang basah.
"Ini, makanlah. Sesuatu yang hangat membuat segalanya lebih baik."
"Terima kasih." Darrell menggenggam mangkuk dengan kedua tangannya.
"Apa yang sedang kamu lakukan?"
"Aku? Panggilan kantor selama dua bulan. Tapi hari ini aku ambil cuti satu hari."
"Kenapa?"
"Karena aku ingin mencarimu."
Kata 'mu' tenggelam oleh bunyi petir yang lembut. Langit tidak ingin Roset mendengarnya.
"Bagaimana dengan.."
"Sup ayam terlezat yang pernah aku makan. Apa yang kamu lakukan terhadapnya?"
"Aku.. berbicara pada kaldu ayamnya."
Darrell tersenyum sangat dalam. "Apa yang kamu katakan pada sup ini?"
Roset memutar sendoknya mengelilingi mangkuk.
"Aku berkata: Aku mencintaimu."
"Aku juga."
Roset sudah tidak peduli dengan perkataan-perkataan yang menyakitinya bertahun lalu. Roset juga sudah tidak peduli dengan Aimee, dimanapun dia sekarang berada. Kandungan 80 persen air di dalam sup ayam Roset telah membuktikan kekuatannya.

Comments

See also

Supermarket

Truth or Dare

Resep Tahu Gejrot Luezaaat