Zasya: Side Story (4)

Krieet.. Selamat malam kasur.
Kasur? Kasur kamu dimana? Kasur? Kenapa menghilang?


Menghambur masuk, masih kucel dan mendapati kamar terlihat seperti baru kena gempa bumi. Bertumpuk buku di atas kasur, dan baju-baju dari ruang setrika yang belum dimasukkan ke dalam lemari, bahkan laptop masih terbuka lebar di meja belajar. Kertas-kertas berserakan di lantai, nyelip di celah sempit di bawah kasur. Zasya menghela nafas sangat panjang.
Dengan susah payah menyingkirkan benda-benda yang menyelimuti kasur bagai lumut, Zasya menyelonjorkan kaki dan berusaha melonggarkan berbagai ikatan yang masih terasa. Belakangan ini ruwet sekali rasanya hidup ini. Deadline dimana-mana, rapat setiap hari, target-target baru, ulangan mendadak, Andri yang tiba-tiba memunculkan notifikasi (SHARE KE 10 ORANG UNTUK MENDAPATKAN SMARTPHONE) (abaikan ini), membuat otak seperti terbelah-belah. Mata yang memandang ke depan pun rasanya seperti sedang naik Vertigo, wahana ekstrim itu, lho.
Zasya menyelipkan tangannya ke dalam tas untuk mengambil dompetnya. Seperti mendapatkan kejutan listrik, Zasya tersentak karena tangannya tidak merasakan benda persegi panjang hadiah dari kakaknya itu. Dibuyarkan seluruh isi tas untuk mengecek ulang, namun nihil.
"Tadi aku ketiduran di angkot.." rasanya sudah sangat kesal kepada diri sendiri. Rupiah dari Ibu, beberapa Franc dari Kabim, uang titipan dari mana-mana, bon-bon pembayaran, kartu pelajar (yang amat sangat berguna untuk mendapatkan diskon saat makan di restoran), foto keluarga saat ia masih berusia sepuluh bulan yang terlipat rapi, semuanya lenyap. Rasanya seperti baja pejal yang dimasukkan ke selongsong tulang rusuk untuk memberatkannya. "Bu.. Dompet Aca hilang di angkot.." ia berteriak ke lantai bawah. Ibu segera naik ke kamar, mendapati anaknya yang lesu sedang terduduk lesu.
Kemudian dengan refleks Zasya memegang saku paling depan di tasnya. Terperanjat. Telepon cerdas miliknya juga tidak ada di tempat biasanya! Panik sendiri. Tangannya menelusur ke setiap sudut tasnya yang besar. Buku-buku besar dimuntahkan tas itu berkali-kali. "Bu!! Handphone Aca juga hi..."
"..oh, ada ternyata." tangannya menyentuh bagian dasar tas dan menemukannya. Ibu menghela napas lega.
"Apa lagi yang terjadi, Nak?"
Zasya tidak melakukan apapun kecuali mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Mendadak Ibu tertawa.
"Kenapa, Bu?"
"Sepertinya Aca telah melewati masa yang pernah dilewati Ibu." Ibu terkikik sendiri. "Waktu (namanya disensor karena Ibu request begitu) meninggalkan Ibu untuk menemani (kembali disensor) kemanapun ia pergi, Ibu sampai tidak masuk 3 hari karena demam tinggi! Sampai 39,5 derajat. Ibunya Ibu waktu itu sampai bawa Ibu ke rumah sakit, barangkali Ibu kena malaria. Dasar, anak muda FTV."
Sekarang giliran Zasya yang tertawa. "Lalu, hubungannya denganku?"
"Aca sudah beger, kalau kehilangan orang pasti otak rasanya seperti digiling di food processor. Berputar-putar, kehilangan 98 persen fokus, hahaha, melakukan hal-hal yang sangat tidak dinginkan seakan-akan malah makin memperburuk keadaan."
"Tepat sekali Bu!" Zasya menirukan gaya seorang presenter. "Seperti yang bisa pemirsa lihat, keadaan di TKP sangat sulit dikenali. Beberapa hilang karena kelalaian pelaku yang ketiduran di angkot dan tidak teliti saat memasukkan barang-barang ke tas.." nada semangat berangsur lesu diiringi tawa mereka berdua.


Setelah kamar benar-benar dibersihkan (selama 2 jam lebih, Zasya sengaja begadang untuk itu), Zasya merebahkan diri di kursi panas yang biasa ia pakai untuk belajar. Dan selembar loose leaf serta pulpen, tentu saja. Zasya harus meluruskan masalah ini.
Di suatu titik, bisa jadi seorang wanita setengah dewasa akan mengambil keputusan untuk berpikir seperti pria: Logis, Realistis, dan Visioner. Jauh berkebalikan dengan kebanyakan wanita: Rasa, Firasat, dan Penghayatan. Kalau kehilangan, 1) Jelas, tidak ada embel-embel dari definisi kehilangan itu sendiri; 2) Sekarang sedang kehilangan, tidak pakai andai-andai peristiwa romantis lainnya; 3) Melihat masa depan yang terbentang luas, yang untung sekali tidak bergantung lagi pada si kehilangan itu sendiri.
Susu cokelat Zasya mulai mendingin, tapi karena kemanisan, Zasya harus pelan-pelan meminumnya.
Namun, sebagai wanita setengah dewasa, mana mungkin bisa dengan mudah berpikir seperti pria? Yang ada, sih, 'Mungkin aku harus mencoba berpikir seperti dia, yang tidak mengungkit-ungkit apa yang terjadi di belakang dan melupakan aku hiks' semakin melow ya rasanya.
Zasya menulis semakin banyak di loose leafnya.
Bagaimana, seperti kata Ibu, agak keadaan tidak bertambah buruk? Zasya memutar pulpennya. Masalah utama yang dia alami adalah gangguan fokus akibat kehilangan. Seperti kamar tidurnya beberapa jam yang lalu. Zasya mungkin tercekat melihat kondisi kamarnya, namun setelah itu kamar bersih kembali setelah 2 jam dirapikan.
"Aha!" Tercekat barusan adalah saat dimana terdapat tahapan-tahapan yang terjadi pada diri Zasya, yaitu dari berantakan, kemudian disusun perlahan hingga menjadi rapi seperti semula. Jadi, yang harus Zasya lakukan adalah:
  1. Menarik napas panjang. Hal tersebut dapat membantu segalanya untuk tidak menjadi lebih buruk. Selain itu, napas panjang dapat memperjelas apa masalah yang sedang dihadapi. Semakin kita berusaha tidak memikirkan masalah itu, yang ada malah pembesaran masalah yang mengganggu secara tidak langsung. Dengan bertemu secara langsung dengan masalah, semakin jelas apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan untuk menumpas masalah itu. Masalah jadi terlihat sedikit lebih kecil dan jinak.
  2. Buat tahapan-tahapan dalam merapikan masalah yang membuat otak berantakan. Susun satu persatu kepingan pikiran yang terburai, seperti membuat to-do list dalam bentuk puzzle. Mungkin ini butuh waktu lama, tapi kadang sesuatu yang dilakukan perlahan akan terasa sebagai perubahan yang besar dan malah mempercepat penyelesaian masalah.
  3. Lakukan QC untuk memastikan bahwa seluruh kepingan pikiran sudah lebih sinkron. Kesibukan ini dapat membuat masalah melebur dalam kita, membuatnya menjadi tidak ada. Jadikan masalah ada di samping kita, bukan dipendam.
  4. Berbahagialah dan visioner, seperti yang pria lakukan. Sudah selesai satu urusan, langsung maju ke hal-hal yang lain. Menyertakan kehilangan sebagai salah satu bentuk masalah ke dalam diri memang menyusahkan, tapi lama kelamaan kehilangan itu tidak akan terasa seperti kehilangan. Lebih terasa seperti hasta la vista. Bye.
  5. "Tunggu. Aku sedang menulis apa?" Zasya kebingungan sendiri melihat loose leafnya, tapi setidaknya menumpahkan seluruh pikirannya ke dalam kertas cukup membantu meringankan beban-beban tidak jelas yang menempel. Jujur, setelah mengurai semuanya, rasanya masalah itu tidak lebih besar dari kutu! Sangat kecil! Hanya perasaan membalut masalah tersebut seperti kentang arab yang tepungnya terlalu banyak (dan malah jadi keras). 
Zasya melirik post it yang selalu ditempel di muka bindernya. Terperanjat lagi. Sekarang jam 1 pagi, tapi Zasya masih harus membuat makalah untuk tugas PPKn, laporan keuangan dari acara Festival Videografi, belajar untuk ulangan, mencari cicak untuk tugas Biologi,...
Dari tadi handphone Zasya bergetar.

Andri (1) 01.08
[SHARE KE 10 TEMAN UNTUK (...)
Sinematografi 23.11
Masih pada bangun?
Aryabima (1) 23. 05
Sleep dong adik tercinta, curhat mulu. 

Kalau tidak karena gelas susu yang ada di dekatnya, Zasya sudah mengamuk. Aum!

Comments

See also

Supermarket

Truth or Dare

Resep Tahu Gejrot Luezaaat