Petualangan Sehelai Daun Melati, 29 Desember 2010

    Matahari bersinar cerah pagi ini. Pagi ini tumbuhan melati di halaman mengelurkan helai-helai daun baru berwarna hijau muda, termasuk aku. Aah.. segarnya udara pagi ini. Aku tak pernah puas memandangi burung-burung  yang berkicauan.
    “Hai, daun-daun baru!” seru batang. Semua daun baru menengok ke arah batang. “Tugas kalian adalah memasak makanan untuk warga tumbuhan melati. Tugas ini tidak terlalu sulit, kalian hanya mencampurkan CO2, humus dan air hingga menjadi O2 dan bahan makanan untuk warga tumbuhan melati. Kalian siap?”
    “SIAAP!”
    Tampaknya tugas memasak tidaklah terlalu sulit. dengan bekal keahlian alami yang kumiliki, aku bisa menjadi pahlawan tanpa tanda jasa bagi warga tumbuhan melati. Batang, bunga, daun, biji, dan akar senang sekali dengan hasil kerjaku dan teman-teman daunku.
    Tapi, lama-kelamaan aku menjadi bosan. Sudah berminggu-minggu aku melakukan tugas ini, tapi belum ada yang berkesan. Aku pun mulai menjadi daun yang berwarna hijau tua.
    “Uuuh! Bosan!” seruku, walaupun aku masih terus memasak. “Ada apa, kak?” tanya sebuah daun baru yang baru muncul. “Aku bosan, harus memasak bahan makanan setiap hari selama berminggu-minggu. Aku ingin ada petualangan dalam hidupku!” keluhku, mengelurkan seluruh unek-unek dalam hatiku.
    “Tenang saja kak, kata nona bunga melati, beberapa hari lagi kakak akan dapat masa pensiun!” kata daun baru. Aku kegirangan. “Kakak akan mengalami petualangan yang hebat, tapi kakak harus berpisah dengan warga tumbuhan melati,” lanjut daun baru. Aku mengangguk senang. Yes, petualangan!


*****


    Hari-hari berlalu cepat. Kemampuan memasakku mulai berkurang. Warnaku berubah menjadi kekuningan. Aku tahu aku akan layu dan mati sebentar lagi, tapi aku pasti mengalami petualangan yang hebat.
    Esok hari, tangkai daunku tak mampu menahanku lagi. Aku sudah terlalu tua untuk bertahan di tumbuhan melati ini lagi. Ketika angin kencang bertiup, rasanya aku sudah tak kuat lagi berpegangan pada dahan melati.
    “Selamat jalan daun-daun berjasa.. Engkau adalah tiang kehidupan kami!” kata-kata terakhir terucap dari batang, dan hembusan angin membuat aku dan teman-teman daunku terbang melayang, terlepas dari dahan melati. Aku berpisah dengan warga tumbuhan melati, tapi pasti aku akan mengalami petualangan baru. petualangan yang hebat.
    PLUK! Aku terjatuh di tanah yang lembab. Oh, ternyata tanah seempuk ini ya! Aku pun mulai mengantuk dan tertidur...
    (Hujan deras mulai membasahi tubuh daun melati. Tubunnya jadi bolong-bolong teerkena air hujan. Lama kelaman, ia terbenam di tanah yang lembab dan dingin, dan memulai petualangannya.)
    “Ah!” aku terbangun. Keadaan disekitarku gelap gulita. Tempat apa ini? Dan.. HAH? Tubuhku menghilang?? Aku mulai panik.
    “Hei, hei..” sesuatu memanggilku. dia tepat disebelahku. “Kamu pasti warga baru disini. Biasanya, daun-daun dan bunga yang layu menjadi warga disini, warga tanah.” ujarnya. Warga tanah?
    “Kamu siapa?” tanyaku. “Aku? Tanah. dan kamu pun, tanah.” jawabnya. “Hah? Berarti sekarang aku bukan daun lagi dong..” ujarku lemas. Pantas saja aku tak dapat merasakan tubuhku. Aku melebur bersama tanah-tanah.
    “Memang begitulah siklus hidupmu, wahai daun. Aku pun dulu begitu. Beberapa minggu yang lalu, aku adalah sebuah bunga anggrek yang cantik. Tapi, lama-lama aku menjadi layu, jatuh, dan menjadi tanah.” tanah menjelaskan panjang lebar. Aku mulai mengerti.
    Sekarang hidupku berubah 180 derajat. Aku menjadi tanah berhumus. Tugasku pun berbeda, yaitu menjadi penopang hidupnya tumbuhan-tumbuhan yang ada. Tidak sulit, karena aku dibantu oleh tanah-tanah yang lain. Tidak seperti dulu, aku harus bekerja sendiri. Hingga suatu saat..
    “Wahai tanah yang berasal dari daun melati! Ada akar yang membutuhkanmu!” seru tanah. ‘Aku harus apa?” tanyaku. “Kamu harus masuk melalui akar itu, dan menjadi bahan masakan tanaman itu. kau mau?”
    Demi pengalaman baru, aku pun mengangguk.
    “Terima kasih, sekarang kamu masuk lewat pintu ini.” kata akar mempersilahkanku masuk. Baru saja aku membuka pintu itu..
    SYUUUTT! Aku terhisap jauh.. jauh.. dan berhenti di sebuah daun.
    “Hei, rasanya aku pernah mengenalmu dulu,” ujarku. “Kakak daun? Wah, bagaimana petualanganmu?” tanya daun baru. Aku pun menceritakan semuanya. ‘Kalau begitu, sekarang kakak jadi makanan kami!” canda daun baru. Aku tertawa. Lalu, daun baru memasakku. Beberapa detik kemudian, ia selesai memasak.
    SYUUUTT! Aku melesat cepat. Aku sampai di sebuah tunas. Lalu, apa lagi ya, yang akan kutemui? Lalu, suara batang melati memanggilku.
    “Wahai humus, diamlah dulu sebentar disitu. Besok...” perkataannya terputus. ‘..hei, kamu daun yang waktu itu gugur? Selamat datang kembali!” seru batang. Aku tersenyum senang. Ternyata, banyak yang masih mengingatku. “Kalau begitu, besok kau akan menemukan sesuatu yang hebat!” lanjutnya
   
*****


    Matahari pagi menyambutku. Kicauan burung terdengar indah, persis disaat aku masih menjadi daun. Namun, ada yang berbeda di pagi ini.
    “Aku jadi bunga melati!” seruku girang. “Selamat datang, bunga melati baru. Tugasmu sekarang adalah menarik serangga supaya menyerbukimu, lalu kau akan menjadi biji yang melanjutkan generasi tumbuhan melati. Kamu mau?” kata batang.
    “Tentu saja mau!” ujarku. Siapa sih, yang tidak mau kelewatan petualangan baru?
   

Comments

See also

Supermarket

Truth or Dare

Resep Tahu Gejrot Luezaaat