Temanku Bercerita tentang Warung Kopi

Tadi pagi temanku itu sarapan segelas kopi yang diseduhnya di warkop samping sekolah. Katanya, dia mau buka warung kopi. Biasa, coba-coba kopi untuk dikomersilkan biar tidak ada yang menyamai resepnya. Belakangan ini memang beberapa dari teman-temanku sudah berencana untuk membuka usaha sejak bangku sekolah menengah atas, dengan motivasi tinggi untuk meningkatkan kemakmuran. Maklum, di Indonesia masih sedikit pengusahanya.
Kata temanku itu, warkop yang akan dia buka pada awalnya mungkin hanya berupa stand dengan meja dan kursi yang dipinjam dari sekolah. Beberapa literatur resep kopi sudah ia baca untuk memantapkan keinginannya. Teman-temanku yang lain tertawa, tapi sangat menghargai niat baiknya, dan ada yang berniat menyumbangkan gorengan supaya makin laris warkopnya.
Tapi katanya, dia sedang ikut lomba lari. Tapi kata temanku itu, mengenai dia yang ikut lomba lari itu hanya rekayasa pihak yang senang-senang saja. Tapi kan rekayasa itu berasal dari hal nyata yang terjadi lalu menginspirasi?
Kata temanku itu, maksudku, menurutku, dia cuma diam sambil minum kopi di garis start dan lawan larinya sudah menang dan sampai di garis finish: jatuh tersungkur.
Ada yang menyela kalau temanku itu punya dua kepribadian: yang satu tukang kopi, yang satunya lagi atlet lari. "Toh dia sudah menang, jadi aku cuma minum kopi aja." begitu kata temanku begitu banyak makna. Kami berempat yang sedang mengobrol tertawa.
Lalu bagaimana kalau orang yang ada di garis finish menunggui dia? Dan temanku itu sedang menunggui saat yang tepat untuk berlari? Kami bertiga terus memburu dia, tapi dia cuma bilang "Biar saya luruskan.."
Kalau yang benar adalah yang bengkok, buat apa diluruskan?
Sekarang kan lawanmu itu sudah jatuh, sekarang larilah!

Comments

See also

Supermarket

Truth or Dare

Resep Tahu Gejrot Luezaaat