Foto

foto/fo·to/ n 1 potret: -- nya dimuat di dalam surat kabar; 2 ki gambaran; bayangan; pantulan: ragam ilmiah seakan-akan -- kegiatan pikiran;

Sekarang saya sedang suka memandang foto. Menurut saya, dan bisa saja yang lainnya, foto pada dasarnya merupakan seluruh partikel cahaya, warna dan momen dalam satu per sekian detik yang dibingkai dengan ukuran tertentu dan diserap ke dalam suatu bidang datar, fisik maupun non-fisik. Foto adalah seperti momen yang dijiplak keindahannya untuk dijadikan karya seni. Foto sangat indah, tentu saja, karena Tuhan yang melukiskan warna-warna di dunia ini. Seperti senyummu, tapi saya tidak mau memfotonya. Nanti habis seluruh waktu saya memandangnya, haha!
Setiap foto yang terambil, setiap momen yang terjiplak, merupakan suatu cerita yang naratornya adalah warna dan momen itu sendiri, yang mana pendengarnya adalah sel-sel batang dan kerucut di lapis retina kita. Dan cerita memiliki beberapa unsur intrinsik seperti tema, alur, perwatakan, latar, sudut pandang, nilai, atau bahkan gaya bahasa. Tidak ada foto yang tidak bertema, karena tidak bertema sendiri merupakan salah satu jenis tema, bergantung kepada bagaimana lobus oksipitalis berpendapat tentangnya. Alur merupakan bagaimana suatu foto menarik pelihat ke dalam arus waktunya, apakah arus kenangan, arus visioneritas, atau arus diam (atau arus dari tegangan listrik diatas 50 volt hingga nyetrum?). Perwatakan, rincian sifat, tentu saja tidak akan ada tanpa tokoh. Foto membuat segalanya menjadi tokoh, bahkan debu yang beterbangan tertiup angin. Latar waktu, tempat, dan suasana selalu akan menjadi ayah-ibu bagi foto untuk menciptakan penghayatannya sendiri. Sudut pandang memiliki kekuatan untuk menciptakan pengikut, pemuja, atau pencaci, karena media yang mana salah satunya adalah foto, saat ini menjadi raja manusia. Nilai atau makna, ah, tidak usah dijelaskan, satu lembar foto saja bisa menyatukan kembali pasangan yang telah bercerai. Atau menjadi jarum bagi hati yang sudah mengembang terbang. Dor! Dan yang terakhir, gaya bahasa, yang bertutur menceritakan seluruh makna dalam berbagai kemungkinan. Bahasa foto tidak pernah tersurat, piksel-piksel warna terlalu malas berkumpul membentuk huruf-huruf.
Hari ini saya memandang foto lagi. Kali ini warna sudah mengalami penuaan, matahari meminta kembali beberapa warna-warna yang diserap selembar kertas itu. Di dalam foto itu tercetak satu per sekian detik momen milik dua orang yang sedang berdiri bersisian. Latar tempat di belakang mereka menjadi tidak penting karena kedua mata mereka menjadi latar tempat dari foto ini. Biru langit memang sudah jadi kelabu, warna sandal pun telah menyatu dengan kerikil di bawah kaki-kaki mereka, tapi kurva di wajah mereka mewarnai seluruh foto sama indahnya.

Duh, jangan mengantuk sambil menulis artikel!

Seorang pelajar sedang mencoba merakit sebuah kamera lubang jarum, yang bisa dibilang adalah tetua dari seluruh pengambil foto, dari jenis yang berat, yang terbang, atau yang ada di saku celana. Berulang kali ditekankan mengenai pentingnya lubang jarum yang mikro dan ruang hampa cahaya.
Tibalah waktu pengujian itu, waktu untuk mencoba kebolehan kamera rakitannya untuk menangkap momen. Statis saja, seperti pohon muda yang ada di lurusan sepatunya. Tidak pakai lampu sorot atau lensa canggih  jadi tidak ada bunyinya. Buru-buru ditutupnya kamera itu dan menunggu hingga lembar foto menyerap seluruh momen. Di ruang merah, ia mencelupkan lembaran itu untuk memicu warna yang masih hitam putih untuk menyeruak bercerita.
Dan ia mendapati warna hitam pekat tanpa celah.
Katanya, tadi kamera rakitannya kurang rapat sehingga ada cahaya berlebihan yang menyelinap masuk. Tapi warna hitam, yang kuat itu, benar-benar sesuai dengan kekuatannya untuk mencoba lagi. Ia memasang foto gelap itu di kamarnya, dibingkai rapi.

Comments

See also

Supermarket

Truth or Dare

Resep Tahu Gejrot Luezaaat