Aku
Dulu anak ini kalau makan disuapi bersama dengan anak-anak tetangga lainnya. Kalau susah makan, ibu tetangga menyahut dari jauh: "Makan lah, dak makan mati kau!"
Dulu anak ini masih tiga tahun sudah bisa mengunci pintu rumah ketika ditinggal sendiri karena ibu mau melongok warung sayur di ujung komplek, tapi tidak bisa membukanya lagi.
Dulu anak ini bilang ingin jadi dokter gigi sejak berteriak nyalang: "TOLONGGG DOKTER TOLONGGG SUSTER TOLONGGG!" padahal mereka semua ada disitu, siap mencabut gigi pertamanya. Lalu ingin jadi arsitek, secara ala-ala merancang rumah impian berbentuk segi delapan. Lalu ingin jadi arkeolog biar kelihatan gagah. Lalu ingin jadi penulis. Pianis. Jurnalis. Desainer baju. Desainer interior. Insinyur pencipta mesin penyedot sekaligus pencacah tumpukan daun kering di pinggir jalan.
Sekarang anak itu masih suka berangan-angan tentang masa depannya, padahal dia sudah ada di masa depan yang seakan tak terbayangkan olehnya waktu lebih kecil dulu. Semakin banyak bertanya: "Sebenarnya aku ingin jadi apa? Apa yang sebenarnya aku inginkan?"
Waktu panjang yang entah sampai kapan ini akhirnya diisi dengan mendata ekspektasi demi ekspektasi. Mencampuradukkan ekspektasi, toleransi, hak asasi, kapasitas, reliabilitas, dan bumbu-bumbu lainnya yang kemudian menciptakan keputusan dan jalan hidup. Waktu yang panjang untuk sampai ke bingkai hidup apa, identitas apa yang ingin dimiliki untuk menjalani jati diri yang nyatanya sudah diberitahu oleh pencipta manusia.
Si anak masih bingung, tapi setidaknya bunga-bunga kehidupan sangat indah untuk dituangkan dalam lukisan kata, dibagikan, dan disyukuri.
Dulu anak ini masih tiga tahun sudah bisa mengunci pintu rumah ketika ditinggal sendiri karena ibu mau melongok warung sayur di ujung komplek, tapi tidak bisa membukanya lagi.
Dulu anak ini bilang ingin jadi dokter gigi sejak berteriak nyalang: "TOLONGGG DOKTER TOLONGGG SUSTER TOLONGGG!" padahal mereka semua ada disitu, siap mencabut gigi pertamanya. Lalu ingin jadi arsitek, secara ala-ala merancang rumah impian berbentuk segi delapan. Lalu ingin jadi arkeolog biar kelihatan gagah. Lalu ingin jadi penulis. Pianis. Jurnalis. Desainer baju. Desainer interior. Insinyur pencipta mesin penyedot sekaligus pencacah tumpukan daun kering di pinggir jalan.
Sekarang anak itu masih suka berangan-angan tentang masa depannya, padahal dia sudah ada di masa depan yang seakan tak terbayangkan olehnya waktu lebih kecil dulu. Semakin banyak bertanya: "Sebenarnya aku ingin jadi apa? Apa yang sebenarnya aku inginkan?"
Waktu panjang yang entah sampai kapan ini akhirnya diisi dengan mendata ekspektasi demi ekspektasi. Mencampuradukkan ekspektasi, toleransi, hak asasi, kapasitas, reliabilitas, dan bumbu-bumbu lainnya yang kemudian menciptakan keputusan dan jalan hidup. Waktu yang panjang untuk sampai ke bingkai hidup apa, identitas apa yang ingin dimiliki untuk menjalani jati diri yang nyatanya sudah diberitahu oleh pencipta manusia.
Si anak masih bingung, tapi setidaknya bunga-bunga kehidupan sangat indah untuk dituangkan dalam lukisan kata, dibagikan, dan disyukuri.
Ditulis sebagai bentuk partisipasi dalam 30 Hari Bercerita tahun 2019. #30HariBercerita #30HBC1925
Comments