Bunga
Pagi ini tidak ada bunga di depan pintu apartemen Andrine. Kali pertama sejak nyaris setahun ini. Hari dimana Andrine akan segera menanyakan maksud dari satu tangkai mawar per hari kepada si pemberi. Andrine bahkan sudah menyiapkan pertanyaannya: "Apa maksud dari 356 tangkai bunga itu? Kamu biarkan aku menunggu jawaban sampai pusing sendiri. Mau sampai kapan kamu kucing-kucingan begini?"
Tapi bunganya tidak genap 356. Begitu pula angan-angan Andrine tentang cinta yang akan segera diungkapkan.
Andrine menutup pintu. Membukanya kembali setengah jam kemudian untuk membuang kantung sampah kering.
Dan untuk menjumpai Mevis yang berdiri semampai di depan pintu apartemen.
"Masuk."
Mevis merapikan sepatu di balik pintu. "Omong-omong, aku tidak menyangka kalau kamu akan menyuruhku masuk begitu saja. Memang ada apa.. Astaga."
Mevis tidak bisa mempercayai apa yang barusan dia lihat. Sebuah kolase sebesar dinding apartemen, tersusun dari lembar-lembar mahkota bunga mawar awetan. Sebuah vas kaca juga terlihat di meja kerja, berisi beberapa tangkai mawar yang masih segar.
"Tahu nggak? Paling susah itu kalau dikasih bunga. Mau diapakan coba kalau sudah layu? Dibuang sayang, dipajang jelek. Cuma bagus beberapa hari saja. Ini bukan soal momen atau kisah yang akan tercipta, seberapa besar rasa cinta dihitung dari konsistensi pemberian bunga di depan pintu, tapi tolong perhatikan limbah yang dihasilkan dari apa yang kamu kasih."
Belum sempat Mevis bisa berkedip dan membalas rentetan kata dari si pemilik apartemen, si pemilik apartemen sudah berdiri di depan pintu membawa sekantung besar sampah kering. "Ada satu kantung lagi, mau bantu bawakan?"
Hari ini tidak boleh ada ungkapan rasa cinta. Hari ini Andrine harus beres-beres apartemen karena orangtuanya akan datang.
Tapi bunganya tidak genap 356. Begitu pula angan-angan Andrine tentang cinta yang akan segera diungkapkan.
Andrine menutup pintu. Membukanya kembali setengah jam kemudian untuk membuang kantung sampah kering.
Dan untuk menjumpai Mevis yang berdiri semampai di depan pintu apartemen.
"Masuk."
Mevis merapikan sepatu di balik pintu. "Omong-omong, aku tidak menyangka kalau kamu akan menyuruhku masuk begitu saja. Memang ada apa.. Astaga."
Mevis tidak bisa mempercayai apa yang barusan dia lihat. Sebuah kolase sebesar dinding apartemen, tersusun dari lembar-lembar mahkota bunga mawar awetan. Sebuah vas kaca juga terlihat di meja kerja, berisi beberapa tangkai mawar yang masih segar.
"Tahu nggak? Paling susah itu kalau dikasih bunga. Mau diapakan coba kalau sudah layu? Dibuang sayang, dipajang jelek. Cuma bagus beberapa hari saja. Ini bukan soal momen atau kisah yang akan tercipta, seberapa besar rasa cinta dihitung dari konsistensi pemberian bunga di depan pintu, tapi tolong perhatikan limbah yang dihasilkan dari apa yang kamu kasih."
Belum sempat Mevis bisa berkedip dan membalas rentetan kata dari si pemilik apartemen, si pemilik apartemen sudah berdiri di depan pintu membawa sekantung besar sampah kering. "Ada satu kantung lagi, mau bantu bawakan?"
Hari ini tidak boleh ada ungkapan rasa cinta. Hari ini Andrine harus beres-beres apartemen karena orangtuanya akan datang.
Ditulis sebagai bentuk partisipasi dalam 30 Hari Bercerita tahun 2019 #30HariBercerita #30HBC1925
Comments