Kulkas
Waktu itu tinggi badanku belum sampai seratus senti. Ibu suka menaruh berbagai mainan dan barang di atas kulkas supaya aku sulit menggapainya. Kulkas itu lurus dan licin, tidak ada yang bisa dipakai untuk memanjat. Apa yang ada di pikiranku saat itu adalah, kalau aku nakal, mainan-mainan akan pindah ke atas kulkas. Kalau aku baik, nanti mainan-mainan pindah lagi ke boks oranye yang dijejerkan di karpet.
Setahun kemudian, seluruh telapak tanganku sudah bisa menempel ke permukaan atas kulkas tanpa harus berjinjit. Tinggi badan adikku belum sampai seratus senti. Kalau adikku nakal, aku taruh mainannya di atas kulkas sambil tersenyum jumawa. Ah, jadi begini ya rasanya? Lalu adikku menangis. Akhirnya Ibu menurunkan beberapa mainan adik. Aku jadi mengikutinya, menurunkan sisa mainan dari atas kulkas ke karpet.
"Kakak hebat." begitu kata Ibu.
Setahun kemudian, seluruh telapak tanganku sudah bisa menempel ke permukaan atas kulkas tanpa harus berjinjit. Tinggi badan adikku belum sampai seratus senti. Kalau adikku nakal, aku taruh mainannya di atas kulkas sambil tersenyum jumawa. Ah, jadi begini ya rasanya? Lalu adikku menangis. Akhirnya Ibu menurunkan beberapa mainan adik. Aku jadi mengikutinya, menurunkan sisa mainan dari atas kulkas ke karpet.
"Kakak hebat." begitu kata Ibu.
Ditulis sebagai bentuk partisipasi dalam 30 Hari Bercerita tahun 2019. #30HariBercerita #30HBC1926
Comments