Terhalang
Suatu hari aku jalan melewati rumah-rumah di komplek. Sebuah pemandangan dari kejauhan menarik perhatianku. Seekor kucing duduk mematung di hadapan pagar besi berlapis plastik. Bulunya bersih, telon. Nampaknya betina. Aku menghampirinya, ingin mengelus bulunya yang lembut. Pasti dia kucing blasteran, korban kawin lari angora yang kabur dengan kucing kampung yang sering berkeliaran di sekitar komplek, bertengkar berebut wilayah kekuasaan.
Aku sudah berjarak sehasta dari si kucing. Dia tidak bergeming, terus memandang lurus ke arah lubang seukuran kepala kucing di plastik penutup pagar. Di balik pagar itu, seekor kucing jantan kuning balas menatap si kucing telon, mematung.
Astaga, ternyata mereka sedang saling menatap! Aku nyaris tertawa melihat mereka berdua. Ya ampun, bagaimana tidak? Pemandangan ini nampak seperti adegan kisah backstreet pasangan muda-mudi, tapi bedanya adalah yang dipingit itu si cowok, bukan si cewek.
Aku pergi tidak mau mengganggu, takut dikira nyamuk.
Aku sudah berjarak sehasta dari si kucing. Dia tidak bergeming, terus memandang lurus ke arah lubang seukuran kepala kucing di plastik penutup pagar. Di balik pagar itu, seekor kucing jantan kuning balas menatap si kucing telon, mematung.
Astaga, ternyata mereka sedang saling menatap! Aku nyaris tertawa melihat mereka berdua. Ya ampun, bagaimana tidak? Pemandangan ini nampak seperti adegan kisah backstreet pasangan muda-mudi, tapi bedanya adalah yang dipingit itu si cowok, bukan si cewek.
Aku pergi tidak mau mengganggu, takut dikira nyamuk.
Ditulis sebagai bentuk partisipasi dalam 30 Hari Bercerita tahun 2019. #30HariBercerita #30HBC1921
Comments