Posts

Showing posts from 2016

Hujan Sudah Berhenti

Klotak, klotak, frekuensinya semakin berkurang. Aku menggeret gorden ke sampling, mempersilahkan cahaya matahari yang beberapa jam lagi tenggelam di ufuk, tepat bila terpandang dari halaman depanku yang tak luas. Aku membuka pintu jati, sehingga menyeruaklah segerombolan petrichor yang membuat nyaman setiap insan yang gelisah akan hujan besar yang nyaris menggugurkan kuntum-kuntum bunga. Aroma bumi yang magis. Berkecipak bunyi sandal ketika aku melangkah menuju kotak pos yang berada di liar pagar. Sebelum gerimis, dering sepeda pak pos terdengar, sepertinya ada jawaban atas suratku dua bulan lalu. Apakah kali ini dia mengirim beberapa foto ladang tulip miliknya? Sejenak aku mengagumi halaman depan 'sekunder'ku yang terletak di seberang jalan: hamparan sawah yang selalu indah di masa tanam, masa pemupukan, masa orang-orangan sawah, hingga masa panennya yang serempak. Terlalu menghampar, terlalu indah. Dekat saung kecil di tengah sawah Itu, aku melihat tiga orang anak kecil la...

Selamat

Wafer selamat Wafer stik selamat Selamat pagi Selamat siang Selamat sore Selamat malam Selamat hari raya Selamat makan Selamat tidur Selamat datang Selamat tinggal Semuanya selamat. Hubunganku denganmu saja yang tidak selamat.

Gadis Kecil itu Sangat Cantik

Lihat itu. Amboi, gadis kecil itu sangat cantik. Rambutnya cokelat tua, bergelung-gelung hingga pinggangnya. Bibirnya merah muda, tipis menyungging senyum tanpa beban. Sedikit gigi putihnya terlihat di antara senyumnya. Lesung di pipinya sederhana. Pipinya tembam dan merona. Hidungnya kecil, memanggil-manggil yang melihat untuk datang dan menyentuhnya. Tapi, semua itu hanya aksesoris. Matanya, matanya adalah dia. Putih matanya sangat jernih, air mata yang melapisinya merefleksikan cahaya berkilauan. Bulu matanya lentik panjang, membuat iri tiap gadis. Sorot mata cokelat kehijauan itu begitu tajam dan menyeluruh, menyapa seluruh komponen yang diterima retinanya. Memandang ke arah matanya seperti masuk ke dalam hutan yang baru terbangun disapa pilar-pilar sinar matahari pagi. Sejuk, burung-burung bercicit gembira, gemericik mata air di sela-sela akar pohon, batang-batang pohon terasa dingin dan menenangkan. Mudah sekali membayangkan dirinya berjalan di antara pepohonan diikuti oleh tup...

Markas

"Bang!" dia melambai-lambaikan tangannya ke udara. "Oi, Nak! Sini naik!" Bang Hasyim menghentikan laju kudanya. Roda besi mengkeret di jalan aspal. Edo memposisikan dirinya di sisi kanan delman, menghadap alun-alun yang siang itu cerah dan ramai. Tubuhnya bergoyang pelan saat delman mulai melaju, mengitari alun-alun yang nampak bundar dari ketinggian, lalu berbelok ke arah sebuah lapangan kosong. "Turun disini, bang?" Edo nampak enggan turun dari delman. "Yak. Kamu bilang mau lihat markas Abang, kan?" Bang Hasyim nyengir. Edo hanya manggut-manggut. Delman Bang Hasyim kembali dipacu untuk berjalan pelan ke arah sebuah dinding besar dengan gerbang tertutup seukuran dua delman. Kuda Bang Hasyim yang sudah terlatih lantas menyundul tuas di antara sepasang gerbang itu, membukanya. Yang terlihat di depan mata Edo begitu menakjubkan. Edo pikir kota ini mana punya lahan luas, karena rasanya seluruh inci kota ini sudah penuh bangunan dan ta...

Bus Kota

Langit begitu biru, cahaya begitu merebak walaupun tidak terik.  Matahari sedang menggelar rangkaian pembuka dari perpisahannya bersama langit, menyuguhkan sinar keemasan bersama angin yang memadamkan panas dari atap-atap bangunan. Pun aku, yang baru beres dari segala kekacauan ini, yang buru-buru mengejar bus kota. Aku duduk di jejeran bangku berhadapan, meratakan tas di pelukan, berusaha menggerinda emosi. Vroom. Bus menghampiri halte berikutnya, membuat beberapa orang berkejaran ke arahnya. Satu-satu memperlihatkan wajah-wajah; perlente, pengamen, mahasiswa, siswa, PNS, ibu muda, kakek bertongkat, dan seseorang berkemeja yang tidak membawa tas. Dia duduk di sampingku, lebih tepatnya, menduduki alam bawah sadarku. Sejenak tarikan dari orang itu begitu kuat, berputar-putar, membingungkan, membuatku terus mencari apakah jenis tarikan ini. Dia memutar balik segala memori yang mana aku telah berdamai dengan mereka, tapi alam bawah sadarku tidak. Bus serasa mengabur, panas, tak ...

Zasya: Side Story (5)

Bukan sekali dua kali, sudah berulang kali Zasya cuma tepis-tepis segala kerusuhan di kepalanya, yang mengganggu atau malah menyenangkannya. Zasya kembali harus berhadapan dengan lapar haus yang menghilang, lelah yang terpelintir hingga hilang, hawa panas seperti sejuk pegunungan, langkah jalan seperti berlari, bicara terburu-buru, menandakan warga alam bawah sadar sedang melakukan parade di alam sadar. Pusing pusing berhadiah. Zasya mendudukkan dirinya di halte. Ngos-ngosan pelan, kedua kakinya kedutan sana sini. Nyaris setengah jalan pulang ia tempuh dengan jalan kaki. Waktu telah berjalan setengah jam ketika menempuh perjalanan itu, tapi rasanya baru saja lima menit Zasya jalan cepat. Hari ini memang tidak ada yang spesial selain bekal martabak spesial dari Ibu, hari sekolah pun berjalan seperti biasanya. Keluar dari gerbang belakang sekolah seperti biasanya. Berpapasan dengan Pandu, maba yang tiba-tiba berjalan mampir ke sekolah entah untuk urusan apa, lalu saling melambaikan ta...

Was So Excited

Halo Hai Halo Hai Hai Hai Halo Halo Halo Halo Hai Hai Halo Hai Hai Hai Hai Halo Halo Hai Hai Hai Halo Halo Halo Hai Hai Halo Hai Hai Hai Halo Halo Halo Halo Halo Halo Hai Hai Halo Hai Halo Halo Halo

Pulang

Kami bersahabat satu SD dan satu kampung. Rumah kami berdekatan dan kami selalu pulang-pergi bersama. Yang membedakan, teman-temanku lebih suka naik ojeg yang memudahkan nanjak ke rumah kami di kampung lereng gunung, sedangkan aku jalan kaki. Ya, teman-temanku memang selalu lebih berada. Kalau sekali naik ojeg saat pulang sekolah lima ribu rupiah dan jajan tujuh ribu rupiah sehari, sebulan uang yang mereka pakai sudah dua-ratus-empat-puluh-ribu rupiah. Ibuk saja sudah mendelik mendengar kata seratus ribu rupiah, seakan bisa beli rumah dengan uang segitu. Meskipun kami selalu main bersama, ada kalanya mereka menyinggung status kekayaan bapakku. "Eh, bapak kamu sudah punya uang buat ganti sepatu?" "Kamu puasa lagi hari ini?" "Awalnya kita mau ajak kamu main hujan-hujanan pulang sekolah, tapi kayaknya kamu sebaiknya pulang aja. Nanti kalau kamu sakit, siapa yang bayar dokternya?" "Kemarin aku naik ojeg, muka tukang ojegnya mirip sama kamu! Bapak kam...

Sebentar

Lo tau di Bandung ada hutan dari kaki gunung sampai ujung gunung? Beneran, itu masih ada! Gue sendiri sekarang lagi naik motor ke rumah temen gue deket Tangkuban Perahu. Halo? Udah konek? Sekarang 2075, Jabodetabek udah jadi laut, makanya gue sekeluarga pindah ke Bandung. *** Deru mesin motor sport Arkan membelah hening jalan menuju Tangkuban Perahu yang dirimbuni pinus. Sesekali tubuhnya harus menahan ngilu tusukan angin malam bersuhu sekitar 16°C. Namun pada akhirnya tubuhnya tak mampu lagi. Arkan memarkirkan motornya di pinggir jalan. Gue harus kencing . Arkan menelisik di antara pohon-pohon, mencari calon 'toilet'nya. Memang tergolong buang air kecil sembarangan, tapi yang namanya alam kembali ke alam tidak akan meninggalkan jejak yang membuat tidak nyaman lingkungan sekitar. Belum membongkar sabuknya, Arkan menangkap suara gemerisik yang dibuat manusia dan suara manusia. Suara itu teredam. Arkan tidak percaya hal-hal gaib macam makhluk halus, lagi pula sekarang mito...

Susa, Sasi, Sisu

Gunjing, gunjing, gunjing. Terdengar seperti camilan, dan memang sepertinya saya dan orang-orang secara sadar maupun terpeleset melakukan hal ini setiap waktu luang. Tidak usah rumpi deh, person to person bergunjing juga tetap renyah. Supaya sedap, tersebutlah tiga orang yaitu Susa, Sasi, dan Sisu. Di suatu hari yang sepi, Susa berkesah kepada Sasi tentang Sisu yang arogan dan tetek bengeknya. Sasi, seperti manusia pada umumnya, menyanggupi untuk menjaga rahasia itu layaknya formalitas dalam cerita antar teman. Sayangnya, seperti manusia pada umumnya, rahasia seperti ember yang isinya sudah terlalu penuh lalu diisi lagi: luber. Sasi merasa baik-baik saja ketika keesokan harinya ia membocorkan rahasia itu pada Sisu. Entah karena ia merasa harus menyelesaikan masalah di antara kedua temannya, atau dia merasa bak agen rahasia yang berhasil membobol brankas isi hati temannya. Kalau bumbu-bumbunya tidak usah disebutkan, komplit all in one, yang tidak cocok dicocok-cocokkan. ...

Earphone Plugged In

Tugas, nugas, ditugasi, dipaksa nugas, terpaksa nugas, tertugasi. Malam-malam penuh cetak-cetik, pusing terlalu lama terpapar radiasi, minyak aromaterapi, kopi, dan air mata (habis menguap). Jujur, capek1 Mau menekan backspace tapi yang tertekan malah enter . Jujur, capek! Seringkali aku memakai earphone  dan memutar lagu-lagu berenergi tinggi untuk menstimulasi otak supaya tetap sadar. Memang kadang-kadang malah keterusan jadi dugem dan tidak menyentuh ketikan sama sekali, tapi setidaknya itu membantuku terjaga semalam suntuk. Malam yang ke sekian, aku terburu-buru menyalakan komputer yang sudah dipasangi earphone (karena memang tidak pernah dilepas). Malam ini aku begitu tidak beruntung karena ketiduran dari jam 7 sampai jam 11, otomatis beberapa tugas harus dikerjakan ekstra cepat tanpa embel-embel untuk tambahan nilai. Memasang earbuds , aku mulai membuka serba-serbi bahan tugas. Hingga kemudian aku merasakan sesuatu yang berbeda. Musik ini. Apakah ini adalah musik? Earbu...

Cinta Tanpa Dosa (2)

Anak bayi satu tahun itu masih menangis tidak berhenti. Mau ditanya kenapa juga bingung, mana bisa bayi menceritakan alasannya. "Diam dong!" perempuan yang dikatakan sebagai ibu bayi itu mendelik, terus membuat anaknya tiduran sementara si anak meronta-ronta dan berteriak-teriak. "Waaaaaaa!" "Maunya apa sih?! Nyusahin orang mau tidur!" "Mamaaa!" "Ini! Ini mama!" dia menunjuk dirinya sendiri. "Sekarang diam!" "Mamaaa!" "Jadi ini bukan mama? Oke!" perempuan itu beranjak menggendong paksa anak bayinya, meletakkannya asal di ruang keluarga, lantas menyalakan televisi. Entah televisi itu sedang menyiarkan nina bobo atau jedang-jedung yang tidak biasa diterima anak kecil. Kemudian perempuan itu masuk kembali ke kamarnya, membanting pintu. Tengah malam yang sunyi berubah menjadi bunyi bayi yang terus berteriak seperti habis dipukuli.

Malam Bulan Baru

Mata berusaha menembus gelap pekarangan, mencari kerlip kunang-kunang yang bersembunyi tapi kelihatan Ah, itu mereka! Meriah, tumpah ruah, banyak sekali seperti bintang-bintang. Malam bulan baru tidak bisa sunyi Petasan berdebur-debur mengalahkan jangkrik dan tongeret Suara takbir bertumpukan dari segala arah Ramai ini sangat menyenangkan. Tidak angin, tidak pula hujan. Angin dan awan takzim memandang sinar bulan yang kecil mengintip dari sela bayangan bulan lama yang lalu, Aku jadi sedih. Ibu-ibu mengangkat ketupat lontong dari penjerangan Bapak-bapak yang telah ambil cuti Kakak-adik yang menyiapkan baju baru Kakek-nenek minum teh, tidak boleh kemana-mana. Malam bulan baru memang sama seperti malam-malam lainnya yang gulita, apalagi tanpa lampu Itu karena lensa mata belum terfokus menangkap pada kunang-kunang yang indah menjadi perhiasan malam Hanya saja malam bulan baru lebih senang berhias dengan petasan, takbiran, uap tungku, tawa dan tangis bahagia pe...

Pesimisme atau Objektivitas?

Aku rebah di gelaran karpet sajadah empuk. Pemandangan kini terpampang jelas, sebuah ornamen langit-langit masjid luar biasa detail yang dipasang secara beautifully impossible. Bagaimama mungkin kemiringan itu? Material itu? Estetika itu? Seorang arsitek, ahli konstruksi, ahli material, dan atau mungkin pekerja seni terbaik pastilah turun tangan dalam penyelesaian ornamen itu. Apakah mereka berpikir untuk memulainya? Memulai untuk menjadi luar biasa? Apakah arsitek menginginkan dirinya menjadi arsitek? Memilih takdirnya? Ah, dia pasti pintar sekali. Pasti dia lulusan sekolah terbaik. Dan apakah ahli konstruksi, ahli material, dan pekerja seni juga memilih takdirnya? Sungguh luar biasa inteligensi dalam satu karya ornamen masjid ini. Aku tenggelam di gelaran karpet sajadah empuk, tenggelam dalam analisis. Layaknya sebuah desktop Windows 8, aku mengimajinasikan hologram panel-panel bermacam cahaya itu melayang sejarak pandang. Bertuliskan nama-nama masa depan. Aku menggeser panel-pane...

Saya ingin bertemu dengannya, bahkan walaupun dengan cara terburuk sekalipun

Seperti tugas akhir yang merupakan syarat terakhir sebelum sama bebas lepas dari rimba perkuliahan ini, seperti deadline yang menggedor-gedor segala fokus, saya sangat ingin bertemu dengannya. Dengan cara bagaimanapun, di waktu kapanpun, dalam keadaan apapun, saya ingin sekali bertemu dengannya. Walaupun sebenarnya kurang tahu juga transaksi apa yang akan saya mulai atau akhiri dengannya, saya begitu menggebu untuk bertemu dengannya. Bahkan walaupun dengan cara dan waktu terburuk sekalipun. Perempatan jalan ini masing-masing ruas jalannya hanya berkisar 5-6 meter saja. Lengang, lampu merah menyala. Menyetop satu dua motor. Saya bergegas menyebrangi zebra cross. Lengang, lampu merah menyala. Menyetop satu dua motor, kecuali satu mobil yang terburu-buru menerobosnya, seakan-akan seisi jagad perempatan akan memakluminya karena lampu merah baru menyala 5 detik. Saya sempat menangkap mata sang pengemudi ugal-ugalan yang.... oh tidak. Sejenak, waktu terasa melambat dan selamanya mobil ...

Malam.

Image
Malam yang tidak hujan. Malam lensa mataku menerawang obor-obor listrik. Malam buram karena mataku yang suntuk, atau karena air mata? Lampu-lampu yang menyebar abstrak menerangi jalan-jalan kosong yang menunggu digilas mobil-motor yang pacu-memacu menantang rambu 80 km/jam Lampu-lampu kecil dari kejauhan terlihat seperti kunang-kunang terburu-buru berpendar-pendar Malam buram karena mataku yang suntuk dan memori yang menyebar abstrak bersama lampu-lampu ditemani air mata. Membuat lampu-lampu berkerlap-kerlip Selamat malam! Aku mau tidur duluan. Cepat mengantuk, ya. Lampu-lampu malu kalau ditonton semalaman. Kerlap, kerlip. Kerlap, kerlip.

Kematian

Disebut-sebutlah mereka oleh malaikat maut, syarat-syarat kematian yang telah pasti. Uban, dan bayi-bayi yang menghadap Tuhan tanpa membawa dosa. Penyakit serta pandangan dan pendengaran yang mengabur, dan muda mudi yang menghadap Tuhan beserta penyesalannya. Kesedihan, dan para berbahagia yang menghadap Tuhan dalam senyumnya. Syarat kematian hanyalah kehidupan. Kepada manusia-manusia yang sedang hidup, ketahuilah bahwa hidupmulah, yang kamu sayangi, yang merupakan syarat kematian. Sebentar lagi kita mati.

Kayang

Aku adalah seorang pelajar kelas 12,5 alias pejuang sekaligus pengikut berbagai tes tertulis maupun tes melalui rapor di berbagai perguruan tinggi agar segera menyusul teman-temanku yang telah punya sekolah duluan. Jauh sebelum pengumuman kelulusan, aku telah melakukan itu semua. Selain sebagai seorang pelajar, aku memiliki pekerjaan sampingan: babysitter . Syukurlah dapat menambah penghasilan cinta. Kalau ibu sibuk memasak, aku akan menjaga adik perempuanku yang masih bayi dan sedang belajar berjalan. Tubuhnya belum begitu kuat, sehingga bisa celaka kapan saja. Harus diawasi seratus persen. Saat ia sudah tidur, aku beringsut ke meja belajar yang berantakan. Menikmati hari-hari tanpa masuk sekolah (karena tahun ajaran sudah berakhir) begitu saja. Tapi kali ini aku tak tahan lagi. Aku sudah berusaha menutup pintu kamar, belajar di lantai, di karpet, di ruang makan, di ruang tamu, di balkon, di pinggir kolam ikan, di garasi, bahkan telah nekat belajar di genteng kala mendung hari, namu...

Motivasi

Teman-temannya sudah punya sekolah. Sebagian besar temanya dan dirinya sendiri sedang memperjuangkan mimpi mereka untuk bersekolah sesuai dengan cita-cita. Suatu malam dia duduk, sibuk berkutat dengan selembar kertas dan spidol. "Sedang apa?" Rupanya dia sedang menuliskan nama-nama temannya yang telah punya sekolah. "Mending sekarang belajar, beberapa hari lagi tes. Tidak perlu lihat-lihat orang lain." Dia menyelesaikan kertasnya yang penuh dengan kalimat: YOU CAN!  Tapi hatinya mendadak kosong. It's fucking hurt.

Pekerjaan Kami

Jam 4 sore hari di arloji. Angin semilir menggusah panas terik siang hari di pinggir jalan tempat truk-truk sound system diparkirkan. Jalan terlihat lengang, tidak sedikitpun kendaraan melintasi jalur cadangan ini. Dari kejauhan terdengar hiruk pikuk kesenangan massal yang terdengar seperti berasal dari ruang kedap suara yang dindingnya sedikit bocor. Sebagian besar kru nongkrong di sekitar jalan. Ada yang ke warkop, ada yang ke masjid, ada yang memanjat pohon di pinggir jalan, ada yang berbincang dengan penjual burung, banyak lagi. Asep dan Roy asyik duduk-duduk, ngopi dan menikmati pisang goreng buatan nyonya pemilik warkop seberang jalan. Pasti sebentar lagi mereka akan menyulut Djarum, padahal sudah pernah dimarahi bos Herman lantaran hampir membakar truk milyaran rupiah. Priyadi, yang bisa dibilang pengemudi truk senior, datang merunduk menghampiri, mengajak bermain gaple . Membangunkan Saepul yang sedang tidur-tidur ayam di ranjang kain (pelancong biasa menyebutnya hammock ), ya...

Ada yang Memaksakan Diri untuk Menulis

Tidak, sekarang tidak sedang hujan. Jangkrik dan tongeret lebih leluasa untuk menjuarai lomba tarik suara tanpa harus dikalahkan telak oleh hujan yang berisik. Masa lalu punya cara tersendiri untuk menimbulkan luka. Kupu-kupu lupa selapis kepompong sempit yang pernah mengekangnya. Para nelayan lupa alga merah yang pernah meracuni ikan-ikannya. Kulit lupa duri-duri yang pernah menggoresnya hingga berdarah. Mata lupa air mata yang pernah membuatnya bengkak. Otak lupa kesedihan yang pernah mengacaukan logika. Hati lupa caci maki yang pernah menghancurkan sebagian besar dirinya. Sekarang kepompong merasakan luka, alga merah merasakan luka, duri-duri merasakan luka, air mata merasakan luka, kesedihan merasakan luka, dan caci maki merasakan luka. Tapi kepompong, alga merah, duri-duri, air mata, kesedihan, dan caci maki harus merasa bahagia bersama luka karena kupu-kupu telah terbang bebas melintasi bebungaan, para nelayan telah mendapatkan ikan yang melimpah, kulit telah se...

Jujur

Sekarang lagi UN. Iya, masih UN. UN SMA. Dan fisika lagi bermuatan sama denganku, jadi kita saling jauh-jauhan. Pundungan. Aku membayangkan bagaimana rasanya berada dalam huru-hara para pemikir, yang sangat aku kagumi, di medan perang sana. Mereka sedang berperang dengan senjata komputer empuk yang dijaga rapi oleh kranium. Tajam dan kilatnya mampu menimbulkan pemahaman baru setiap saat. Dan pendukung baru, tentu saja. Dan aku di sini, bersama langkah-langkah yang kutiti sedikit-sedikit sekali menuju UN yang bahkan menjadi mainan bagi manusia-manusia cerdas (sangat cetek , maksudnya, no offense ). Berkhayal tentang dalamnya makna kehidupan yang telah mereka cecap, apakah detail rasanya? Kalau aku sih masih merasa kalau hidup itu manis, karena napas ini masih terus diberikan cuma-cuma oleh-Nya. Alhamdulillah. Bukan itu intinya. UN. Ujian Nasional. Kalau kata para pemikir, bilangan pada suku ke-n. Adalah tes yang diselenggarakan oleh pusat untuk menguji dan mengukur pencapaian peser...

Kabut Bulan Maret

Aku selalu menunggu setiap tahunnya, setidaknya selama satu dasawarsa terakhir ini, kabut yang turun menyusur dari puncak Gunung Manglayang ke arah pemukiman kaki gunung di setiap bulan Maret. Dan mampir ke balkon tempat aku biasa menunggunya. Kapanpun tanggalnya, aku akan menunggu Menyenangkan bisa bercengkrama dengan kabut di bulan Maret. Kabut memang tidak bisa disentuh, malah kalau dihirup bisa keselek karena pada dasarnya kabut adalah uap air yang membeku di udara (jujur, aku pernah melakukannya). Tapi aku suka menelusuri kabut dengan jari-jariku, meniup ke arahnya untuk menciptakan lebih banyak lagi efek asap yang sendu. Sampai hari ini kabut belum juga turun, padahal pertengahan bulan. Padahal awan sedang senang-senangnya menangis, udara sedang kena hipotermia. Komponen apa lagi yang dapat membentuk kabut di bulan ini? Apakah pepohonan? Aku sudah menanam belasan pohon sirsak di halaman belakang, walaupun masih beberapa helai daun saja yang muncul. Apakah malam hari kurang din...

Donat Rasa Kuadrat

Donatnya tidak hangat karena harus dimasukkan ke dalam kulkas agar chocolate glaz ing -nya mengeras. Rasanya tidak macam-macam, cuma coklat. Dan rasa coklat dikuadratkan olehmu jadi manis sekali.

Gusar

Lebih ricuh daripada suara denging di kala pusing Gusar adalah ketenangan yang memberontak di kungkungan rasa Ketika hidup seolah berhenti, terjebak dalam percabangan pilihan Gusar adalah mutan ketenangan yang menolak statis Keputusan, keputusan, keputusan Tidak ada waktu untuk menghayati rasa memilih Tolong katakan padaku Aku akan baik-baik saja bersama gusar Asalkan kamu jadi pawangnya. -Dini hari yang mengantuk saking lamanya terjebak pilihan

Luntur

Tinta luntur merancui buku-buku Dari berkata menjadi melantur Tinta luntur bersamaku Histori hilang sudah bersama guntur dan hujan dan jiwa terpaku Tinta luntur dan aku merasa kehilangan

Kuantum Karisma (edited)

Artikel ini masih dalam proses pengembangan. Maklum, masih dibuat oleh calon akademisi. Aku mau saja menulis atasmu, tetapi karisma milikmu mengobrak-abrik segalanya sehingga aku seperti harus menyusunnya dari awal lagi. Karisma tidak sedang mengalami majas metafora sehingga dianggap seperti suatu wujud benda, melainkan sedang membuktikan dirinya sebagai sesuatu yang dapat diterima reseptor, bersinggungan, dan berinteraksi. Karisma, apakah karisma adalah sebuah partikel? Memiliki wujud, massa dan berat? Apakah karisma merupakan kuanta yang terkuantisasi? Apakah karisma adalah debu kilau yang menguar darimu? Melakukan gerak lurus yang menancap dalam ruang jiwa? Melakukan percepatan atau bahkan mengalami elongasi akibat kecepatan yang mendekati cahaya? Ataukah partikel karisma bergerak lebih cepat dari cahaya sehingga karisma menusuk lebih kuat dari yang tampak di mata? Tercipta dari apakah? Sampai saat ini belum ada penelitian yang menyatakan bahwa karisma adalah kuantum, seperti c...

Foto

Image
foto /fo·to/ n 1 potret: -- nya dimuat di dalam surat kabar; 2 ki gambaran; bayangan; pantulan: ragam ilmiah seakan-akan -- kegiatan pikiran; Sekarang saya sedang suka memandang foto. Menurut saya, dan bisa saja yang lainnya, foto pada dasarnya merupakan seluruh partikel cahaya, warna dan momen dalam satu per sekian detik yang dibingkai dengan ukuran tertentu dan diserap ke dalam suatu bidang datar, fisik maupun non-fisik. Foto adalah seperti momen yang dijiplak keindahannya untuk dijadikan karya seni. Foto sangat indah, tentu saja, karena Tuhan yang melukiskan warna-warna di dunia ini. Seperti senyummu, tapi saya tidak mau memfotonya. Nanti habis seluruh waktu saya memandangnya, haha! Setiap foto yang terambil, setiap momen yang terjiplak, merupakan suatu cerita yang naratornya adalah warna dan momen itu sendiri, yang mana pendengarnya adalah sel-sel batang dan kerucut di lapis retina kita. Dan cerita memiliki beberapa unsur intrinsik seperti tema, alur, perwatakan, latar,...

Messed Up Choices

Dari berbagai macam tipe orang dalam memilih, janganlah menjadi perfeksionis. Aku ingin memilih. Tetapi semakin dalam aku menilik apa yang aku pilih, semakin jauh aku dari rasa ingin memilih. Semakin terbuka kepada pilihan yang lain, semakin rasional bahwa pilihan yang aku inginkan, yang aku usahakan, sepertinya semakin lebih pantas dianggap sebagai pilihan yang aku paksakan. Lantas mengapa aku memaksakannya? Apakah gengsi karena seluruh dunia telah tahu bahwa aku telah memutuskan sebuah pilihan? Apakah aku bangga memilih sesuatu yang lebih tepatnya terpaksa? Tidak perlu risau dengan pilihan, pilihan pasti memilihkan dirinya untukmu. Kalau pilihan menyukaimu, dia akan datang. Dengan cara menampar, menusuk, menyayat, membuai atau mengecup, pilihan akan menjadi bagian dari hidup yang tidak akan pernah disesali meskipun rasa itu baru datang setelah masa berlaku si pilihan telah berakhir. Dari berbagai macam cara orang memilih, jangan pernahlah menjadi perfeksionis yang bahkan mengatu...

Sajak Hujan

Awan: Tidak ada yang lebih membahagiakan atau lebih menyulut sendu Dari aku yang menangis untukmu dan yang terombang-ambing di gusah angin Tupai: Aku suka hujan Tapi aku tidak suka kalau kenariku basah Nanti jamur-jamur lebih duluan memakannya Pohon (yang sudah mati): Semoga bagian-bagian dariku sudah jadi buku yang akan menuliskan memori tentangmu Daun-daunku mungkin sudah jadi abu Dibakar cemburu terhadap hujan yang tidak pernah lalu Tapi toh biji-bijiku akan tumbuh kembali menjadi aku Danar dan Tania: Oh hujan, Kenapa kami berpasangan untuk tidak akan saling mencintai? Rasanya pincang tanpamu tapi tidak serasi bersamamu Anak kecil: Aku mau bercengkrama denganmu, selamanya. Sampai mama menyuruhku berkemul dan minum susu hangat Katanya kamu membuatku sakit Padahal bunyi berdebur air lebih merdu dari suara TV Perempuan yang memakai payung: Maaf, aku menghindar darimu Aku tahu aku sangat ingin menciummu, hujan. Sekarang aku tidak tahu harus mencinta...

Random Thoughts about Human

I'm not considering this as an official posting. Namanya juga hidup. Apalagi sebagai manusia yang notabene adalah makhluk sosial, tidak bisa hidup tanpa makhluk yang sejenis. Dalam hal ini interaksi antar manusia yang dilandasi kebutuhan dan diwarnai dengan ego. Kalau harmonis, interaksi kan memiliki warna-warna yang cantik, namun kalau seluruh ego kontras dan berbantahan, interaksi akan berubah menjadi interusak (Anda bisa mengabaikan istilah ini). Ego dasar dari setiap manusia adalah kehidupan dan rasa ingin memiliki kehidupan itu. Dalam artian manusia ingin tetap hidup dan berusaha untuk bertahan hidup. Maka muncullah ego-ego yang lain seperti layaknya makhluk hidup lainnya. Tumbuh dan berkembang. Hanya saja kompleksitas akal manusia lebih luar biasa karena manusia memiliki unsur yang berbantahan dengan akal, yaitu hati. Ngaku saja! Hehehe. Ego dasar yang selanjutnya berkaitan dengan sifat manusia sebagai makhluk sosial, yaitu keinginan atas pandangan yang tertuju kepadanya....

Paradoks

paradoks /pa·ra·doks/ n pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; bersifat paradoks semoga judulnya sesuai. *** Malam kamu bertemu cintamu setelah hari yang panjang, kamu bertanya kepadanya yang sedang duduk bertopang dagu: "Kamu sudah makan?" "Sudah." "Syukurlah." Akui sajalah, kamu mengharapkan jawaban "Belum", kan? *** Saya adalah seorang anak yang sejak sedikit lebih besar mempelajari apa yang harus saya lakukan terhadap hidup saya, namun saya sepertinya terjebak dalam hal yang tidak terlalu penting. Sejauh ini, dan akan selamanya begitu, Ibu adalah orang yang paling berpengaruh terhadap hidup saya. Cinta saya kepadanya besar. Hari-hari dimulai dari saat paling dahulu yang mampu saya ingat, Ibu mengeluarkan banyak emosi untuk membentuk jiwa saya. Marah yang membuat saya ingin sekali membangkang, tawa yang membuat saya merasa lebih baha...